Kebersihan merupakan salah satu faktor penting bagi kesehatan
masyarakat. Untuk menjaga kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal
serta tempat umum dibutuhkan produk pembersih yang dapat diandalkan. Ibu
rumah tangga, rumah sakit, sarana umum lain hingga hotel berbintang
lima pasti menjadikan produk yang satu ini sebagai bagian kehidupan
sehari-hari untuk mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga. maka itulah kita sering menggunakan deterjen sebagai bahan pembersihnya tanpa kita ketahui apa bahaya yang akan ditimbulkan dari pemakaian ini secara berlebihan yang akan berdampak pada kesehatan keluarga kita dan lingkungan sekitar kita
Pengertian deterjen dan manfaatnya
Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:
a. Anionik : -Alkyl Benzene Sulfonate
-Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
-Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b. Kationik : Garam Ammonium
c. Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
d. Amphoterik : Acyl Ethylenediamines
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
a. Phosphates : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)
b. Acetates : – Nitril Tri Acetate (NTA)
- Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
c. Silicates : Zeolith
d. Citrates : Citrate acid
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas.
Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan, dll.
2. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat.
3. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring.
4. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Dampak negatif dibalik manfaat deterjen
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan.
Pada awalnya surfaktan jenis ABS banyak digunakan oleh industri deterjen. Namun karena ditemukan bukti-bukti bahwa ABS mempunyai risiko tinggi terhadap lingkungan, bahan ini sekarang telah digantikan dengan bahan lain yaitu LAS.
Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’. Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus / tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
Dalam laporan lain disebutkan deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.
Pemilihan produk
Kesadaran masyarakat pengguna deterjen akan dampak dibalik manfaat deterjen perlu ditingkatkan. Peran serta masyarakat dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan deterjen sangat diharapkan. Banyaknya pilihan produk yang diinformasikan melalui iklan memang bisa menguntungkan konsumen. Tetapi konsumen tetap perlu berhati-hati, karena kesalahan memilih produk akan merugikan konsumen sendiri.
Sebaiknya konsumen memilih deterjen yang pada kemasannya mencantumkan penandaan nama dagang, isi / netto, nama bahan aktif, nama dan alamat pabrik, nomor ijin edar, nomor kode produksi, kegunaan dan petunjuk penggunaan, juga tanda peringatan serta cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Selain itu dianjurkan bagi konsumen untuk memilih produk yang mencantumkan bahan aktif yang lebih aman dan ramah lingkungan. Informasi mengenai produk ramah lingkungan dapat dilihat pada label baik berupa logo hijau maupun klaim ramah lingkungan. Selain itu produsen sebaiknya memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai produknya.
Takaran penggunaan deterjen Hal lain yang perlu diperhatikan oleh konsumen dalam menggunakan deterjen adalah cara penggunaan yang benar. Pada beberapa deterjen bubuk ternyata terdapat petunjuk yang tidak tepat. Yaitu ketika konsumen dianjurkan menggunakan takaran genggam. Hal ini sungguh berisiko karena deterjen bersifat basa yang berarti korosif terhadap kulit. Apalagi jika kulit pengguna bersifat sensitif, maka takaran deterjen yang menggunakan istilah ‘genggam’ tersebut akan langsung memberikan reaksi pada kulit berupa gatal, mengering dan pecah-pecah. Selain itu, takaran genggam bukan ukuran yang bersifat pasti, karena hanya berupa kira-kira yang sangat tergantung kepada ukuran tangan seseorang. Jadi kecenderungan konsumen untuk menggunakan berlebihan memang besar. Disamping itu, karena slogan-slogan pada iklan produk deterjen baik di media elektronik maupun media cetak, timbul persepsi konsumen bahwa busa banyak bisa mencuci lebih bersih. Padahal busa yang terlalu banyak bukan berarti deterjen menjadi lebih efektif, malah sebaliknya, daya cucinya terhambat. Selain itu keberadaan busa-busa di permukaan badan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.
Oleh karena itu sebaiknya konsumen menggunakan takaran khusus untuk deterjen dan produsen menyediakan alat takar tersebut di dalam kemasan produknya.
Bahaya Deterjen Bagi Kesehatan
Deterjen
merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai
industri.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut :
Surfaktan
(surface active agent) yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada
permukaan bahan. Surfaktan pada deterjen pencuci pakaian dikategorikan
sebagai anionik, umumnya tersusun dari alkyl benzene sulfonate rantai
bercabang (ABS), alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) dan Alpha
Olefin Sulfonate (AOS).
Builder
(pembentuk) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi kerja
surfaktan. Salah satu builder yang banyak digunakan adalah fosfat.
Filler (pengisi) yang berfungsi untuk menambah kuantitas produk deterjen.
Additives yang berfungsi untuk meningkatkan daya tarik produk seperti pewangi,
pemutih dan pewarna.
Menurut
Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang
digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai
bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus
(LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan senyawa yang
lebih sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di
dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di
Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada.
Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara
lain karena : harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan
busanya melimpah.
Penggunaan
deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Risiko
deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal
bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan
langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk
deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi.
Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang
mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah.
Dalam
jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen
berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik).
Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila
bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat
berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada
pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya
terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi.
Saat
ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan
air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah
deterjen secara sempurna.
Penggunaan
fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali, mengingat
senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi
(pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau yang ditandai
oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak
langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara
Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa
substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.
Menurut
Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk
memperoleh informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan
hak untuk menuntut/menggugat produsen apabila produk mereka tidak sesuai
dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen tersebut, diperlukan
transparansi dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang
dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
Persepsi
masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai
daya cuci yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut,
diperlukan partisipasi baik dari pihak konsumen maupun produsen. Di
satu pihak, konsumenharus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya cuci
dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi
menggunakan ‘busa melimpah’ dalam mempromosikan produknya.
Produksi
deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan
tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat
Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita
rata-rata sebesar 8,232 kg.
Regulasi
yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum sepenuhnya
mengakomodasi aspek lingkungan. Standar, sebagai salah satu produk
regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan sebagai acuan bagi produk
deterjen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak sesuai lagi dengan
tuntutan produk yang berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi,
seiring dengan perkembangan teknologi dan perkembangan baku mutu
lingkungan.
Sumber: http://smk3ae.wordpress.com/2008/06/18/deterjen/
http://sofarsoiknow.blogspot.com
www.kumpul-bacaan.blogspot.com
Komentar yang baik atau diam!
EmoticonEmoticon